RGB1688 – Aku masih ingat hari itu. Tubuhku terasa lemas, suhu badanku naik, dan setiap sendi terasa berat. Aku tergeletak di ranjang rumah sakit, mengamati ruangan yang serba putih dengan cahaya lampu yang terasa terlalu terang di mataku. Di tengah rasa tak nyaman itu, pintu kamar terbuka, dan seorang suster cantik yang masuk. Dia tersenyum lembut, membawa sebuah nampan berisi obat dan segelas air.
“Selamat pagi, Pak Andi. Bagaimana perasaannya hari ini?” tanyanya, suaranya tenang seperti angin sejuk yang menyapu wajahku.
Aku menggeleng lemah. “Masih sama, Suster. Rasanya tak ada perubahan.”
Dia mendekat, menyesuaikan posisi selimutku agar lebih nyaman. “Namaku Suster Cantik. Jangan khawatir, kami akan melakukan yang terbaik agar Bapak cepat pulih.”
Ada sesuatu dalam sikapnya yang membuatku merasa diperhatikan, tidak sekadar sebagai pasien, tetapi sebagai manusia. Suster Cantik tidak hanya memberikan obat-obatan, tetapi juga menghadirkan ketenangan yang kurindukan.
Setiap kali dia datang ke kamarku, dia selalu memastikan semua kebutuhanku terpenuhi. Suatu sore, saat aku merasa kesepian, dia membawakan sebuah buku bacaan. “Saya dengar dari keluarga Bapak, Bapak suka membaca. Ini mungkin bisa membantu waktu berlalu lebih cepat,” katanya sambil menyodorkan buku itu dengan senyum.
Aku terkejut mendengar perhatian kecil itu. Tidak banyak orang yang peduli pada hal-hal kecil seperti itu, apalagi seseorang yang tidak mengenalku secara pribadi.
Cerita Tentang Pengalaman Sebagai Suster
Hari demi hari berlalu, dan aku mulai merasa lebih baik. Aku bahkan bisa berbincang lebih lama dengan Suster Cantik yang Menggoda. Dia bercerita tentang pengalamannya menjadi suster, bagaimana dia memilih profesi ini karena keinginannya membantu orang lain.
“Saya percaya, setiap orang berhak merasa tidak sendirian ketika mereka sedang sakit,” katanya suatu hari sambil merapikan infusku.
Kata-katanya terngiang-ngiang dalam pikiranku. Benar saja, dia membuatku merasa tidak sendiri. Dia tidak pernah tergesa-gesa, tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kelelahan meski aku tahu dia pasti lelah. Bagiku, kehadirannya adalah hadiah.
Seminggu kemudian, aku dinyatakan pulih dan diizinkan pulang. Sebelum aku meninggalkan rumah sakit, aku mendatangi Suster Cantik untuk mengucapkan terima kasih.
“Suster Cantik, Anda tidak hanya membantu saya sembuh secara fisik, tetapi juga secara emosional. Saya tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan Anda.”
Dia tersenyum hangat, seperti biasa. “Bapak sudah pulih, itu sudah cukup untuk saya. Tetap jaga kesehatan, ya.”
Aku meninggalkan rumah sakit dengan perasaan lega dan penuh rasa syukur. Di tengah dunia yang serba sibuk, masih ada orang seperti Suster Cantik, yang dengan sepenuh hati melayani dan membuat perbedaan besar dalam hidup seseorang.