Kakak Tiriku yang Menggoda Memiliki Badan Putih Langsing

RGB1688 – Aku tak pernah membayangkan hidupku berubah drastis setelah ayah menikah lagi. Kehidupan baru ini menghadirkan sosok Dinda, kakak tiriku yang menggoda hanya lebih tua dua tahun dariku. Dinda adalah gambaran sempurna seorang gadis yang mampu membuat siapa pun terpesona. Kulitnya putih, tubuhnya ramping, dan wajahnya selalu dihiasi senyum manis yang membuat hati ini bergetar setiap kali melihatnya.

Awalnya, aku berusaha menjaga jarak. Kami adalah keluarga sekarang, dan aku tahu bahwa perasaan apa pun selain sebagai saudara tiri adalah salah. Namun, Dinda selalu punya cara untuk mendekat.

“Arga, kamu nggak capek belajar terus? Yuk, istirahat dulu,” katanya suatu sore, membawakan segelas jus ke kamarku.

Tatapan matanya begitu lembut, membuatku tak bisa menolak. Aku hanya mengangguk sambil berterima kasih. Dalam hati, aku bertanya-tanya: kenapa aku jadi begitu sadar akan kehadirannya?

Waktu berlalu, dan kami semakin sering berbicara. Dari obrolan ringan tentang hobi hingga cerita mendalam tentang mimpi dan masa lalu, aku merasa Dinda seperti teman yang sudah lama kukenal. Tapi ada sesuatu yang berbeda setiap kali ia tersenyum atau menyentuh lenganku dengan lembut. Seperti malam itu, ketika hujan turun deras dan petir bergemuruh.

“Arga, aku boleh di sini sebentar? Aku takut petir,” katanya, berjalan ke ruang tamu dengan piyama tipis yang membuatku tak bisa mengalihkan pandangan. Ia duduk di sebelahku, menarik selimutnya lebih erat.

“Tentu,” jawabku singkat, berusaha mengendalikan pikiranku yang mulai tak karuan.

Hujan Terus Turun Tanpa Henti

Hujan terus turun, dan keheningan di antara kami terasa memekat. Aku mencoba fokus pada suara hujan, tapi kehangatan Tubuh Kakak Tiriku yang Menggoda Dinda yang begitu dekat membuat segalanya terasa semakin sulit.

Hari-hari berikutnya aku berusaha menghindarinya, tapi Dinda sepertinya tak menyadari jarakku. Ia tetap mendekat, menggoda dengan caranya yang alami. Suatu hari, ia menatapku dengan serius.

“Arga, kenapa akhir-akhir ini kamu seperti menjauh?” tanyanya.

Aku terdiam, berusaha mencari kata-kata. “Aku cuma… merasa kita harus menjaga jarak.”

Ia mengernyit, lalu tersenyum kecil. “Kita keluarga, Arga. Kenapa harus ada jarak?”

Aku tahu apa yang kurasakan salah, tapi sulit untuk mengabaikan perasaan ini. Setiap senyumnya, setiap perhatian kecil darinya, membuatku semakin larut. Tapi aku juga tahu, ada batas yang tak boleh kulewati.

Dalam hati, aku bertanya-tanya: apakah aku harus memendam semua ini atau jujur tentang perasaanku?

Aku hanya berharap, waktu bisa memberi jawaban. Sebab mencintai Dinda, meskipun salah, adalah hal yang tak bisa kuhentikan.

You cannot copy content of this page

Scroll to Top