RGB1688 – Hujan rintik-rintik membasahi jendela rumah Aktris Yui Oba. Wanita berusia 34 tahun itu duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat yang sudah dingin. Matanya sembab, bekas tangis semalaman masih terlihat jelas. Sejak kepergian suaminya, Hiroshi, dalam kecelakaan dua bulan lalu, hidup Yui terasa kosong. Ia sering menutup diri, bahkan dari teman-teman kantor yang mencoba menghiburnya.
Malam itu, bel rumahnya berbunyi. Yui terkejut, jarang ada yang datang. Dengan langkah enggan, ia membuka pintu dan menemukan Satoshi, rekan kerjanya. Pria berusia 36 tahun itu membawa sekotak makanan dan senyuman hangat.
“Aku tahu kau mungkin tidak ingin bertemu siapa pun, tapi aku hanya ingin memastikan kau makan dengan baik,” katanya lembut.
Yui Oba ragu sejenak, namun kemudian mempersilakan Satoshi masuk. Ia menaruh kotak makanan itu di meja makan dan mulai merapikan ruang tamu yang berantakan. Satoshi, yang sudah lama memperhatikan Yui di kantor, tahu bahwa kehilangan ini sangat berat baginya. Meski ia ingin membantu, ia takut melangkah terlalu jauh.
“Kau tidak harus berbicara kalau tidak mau,” ujar Satoshi sambil duduk. “Aku hanya di sini untuk menemanimu.”
Kehadirannya yang tenang membuat Yui merasa nyaman. Mereka duduk di sofa, dan Yui perlahan mulai bercerita tentang Hiroshi. Ia mengenang bagaimana suaminya selalu membuatnya tertawa, bagaimana mereka bermimpi membangun rumah kecil di pinggir kota.
Air mata kembali mengalir di pipi Yui, tetapi kali ini ia merasa lega. Satoshi mendengarkan dengan sabar, tanpa menyela, hanya memberikan pelukan hangat di saat Yui terisak terlalu keras.
Kehilangaan Seseorang yang Dicintai
“Kehilangan seseorang yang kita cintai memang seperti itu,” kata Satoshi dengan suara pelan. “Rasanya seperti lubang besar yang tidak akan pernah bisa terisi. Tapi kau tidak harus menghadapinya sendirian.”
Yui Oba menatap Satoshi dengan mata yang mulai jernih. Ia merasa untuk pertama kalinya, ada seseorang yang benar-benar memahami rasa sakitnya. Kehadiran Satoshi malam itu bukan hanya menghibur, tetapi juga memberikan secercah harapan.
Malam beranjak larut, dan sebelum Satoshi pulang, ia berkata, “Aku tidak akan memaksamu untuk melupakan Hiroshi. Tapi jika kau butuh teman, aku akan selalu ada.”
Ketulusan dalam kata-kata Satoshi membuat Yui tersenyum kecil, sesuatu yang sudah lama tidak ia lakukan. Malam itu, ia merasa bahwa hidupnya mungkin belum sepenuhnya hancur. Ada kesempatan untuk memulai lembaran baru, meski perlahan, bersama seseorang yang bersedia berjalan di sisinya.