RGB1688 – Siang itu, suasana ruang diskusi di kantor cukup sunyi. Sebagian besar rekan kerja sudah selesai makan siang dan masih berkutat dengan pekerjaan masing-masing. Hari itu, dia mengenakan rok pendek berwarna merah, dipadukan dengan blus putih sederhana. Pakaian itu mencerminkan kepribadiannya yang percaya diri dan penuh energi.
Clara adalah sosok yang sulit untuk diabaikan. Selain cerdas dan penuh ide, dia juga memiliki gaya berpakaian yang khas, selalu terlihat segar dan menawan. Aku duduk di ruang rapat kecil bersama Clara, rekan kerja yang baru bergabung beberapa bulan lalu. Kami sedang membahas proyek pemasaran yang tenggat waktunya semakin dekat.
“Baca Juga: Ketika Rasa Penasaran yang Tinggi Membuatku Ingin Berkenalan Dengannya”
Aku berusaha fokus pada layar laptop di depanku, tapi mataku sesekali melirik ke arahnya. Clara duduk di sebelahku, membungkuk sedikit untuk menunjuk beberapa poin penting di dokumen yang sedang kami pelajari bersama. Setiap gerakannya memancarkan keanggunan yang membuatku sulit mengalihkan perhatian.
“Bagaimana menurutmu, Tio? Strategi ini cocok untuk target pasar kita?” tanyanya, memecah pikiranku yang sempat melayang.
Aku berdeham pelan, mencoba menyembunyikan rasa gugup. “Ah, iya, sepertinya ini ide yang bagus. Tapi mungkin kita bisa menambahkan sedikit variasi di bagian promosinya.”
Rok Pendek Berwarna Merah yang Mencolok
Clara tersenyum. Senyum itu, ditambah dengan warna merah pada roknya yang mencolok, entah bagaimana membuat suasana menjadi lebih intens. Aku merasa ada sesuatu dalam caranya berbicara dan bertingkah laku yang membuat ruangan kecil ini terasa lebih hangat dari biasanya.
Kami terus berdiskusi, tapi aku mulai merasa kehilangan konsentrasi. Setiap kali dia menggeser posisi duduknya atau menatapku dengan mata yang penuh perhatian, ada rasa gugup yang perlahan berubah menjadi kegairahan. Aku tahu ini salah—kami di tengah jam kerja, dan Clara hanyalah rekan kerja. Tapi ada sesuatu yang tidak bisa kuabaikan.
“Apa aku mengatakan sesuatu yang salah?” tanya Clara tiba-tiba. Tatapannya penuh rasa ingin tahu.
Aku menggeleng cepat, berusaha mengendalikan pikiranku. “Tidak, tidak. Aku hanya berpikir keras tentang bagaimana menerapkan strategi ini.”
Dia tertawa kecil. “Kamu lucu, Tio. Kadang aku merasa kamu terlalu serius. Cobalah lebih santai.”
Ucapan itu membuatku tersenyum. Clara memang memiliki cara untuk mencairkan suasana. Aku akhirnya mengalihkan fokus kembali ke pekerjaan, berusaha melupakan hal-hal yang mengganggu pikiranku.
Ketika diskusi selesai, Clara berdiri, merapikan roknya yang tampak sempurna membingkai sosoknya. “Aku rasa kita sudah punya konsep yang cukup bagus. Terima kasih sudah meluangkan waktu, Tio.”
Aku hanya mengangguk, berusaha menyembunyikan perasaan yang masih bergejolak. “Ya, sama-sama. Kalau ada revisi, jangan ragu hubungi aku.”
Saat dia berjalan keluar ruangan, aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Siang itu, aku belajar bahwa profesionalisme tidak hanya soal pekerjaan, tetapi juga mengendalikan emosi dan pikiran. Namun, Clara dengan rok merahnya tetap menjadi sesuatu yang sulit untuk diabaikan.