Matahari baru saja menembus tirai tipis di jendela dapur ketika Lila sedang mempersiapkan sarapan. Suaminya sudah berangkat kerja sejak fajar, meninggalkan rumah dalam keheningan. Pagi itu, rumah terasa lebih sepi dari biasanya, hingga suara langkah kaki Bapak Tiriku, Pak Heru, memecah suasana.
“Selamat pagi, Lila,” sapa Pak Heru sambil tersenyum hangat.
“Selamat pagi, Pak. Mau teh atau kopi?” tawar Lila sopan.
“Kopi, seperti biasa,” jawabnya. Namun, ada sesuatu dalam nadanya yang membuat Lila merasa janggal. Matanya yang tajam tampak memperhatikan setiap gerak-geriknya.
“Baca Juga: Tergoda oleh Mama Muda yang Baru Mengantar Anaknya Pulang dari Sekolah”
Pak Heru adalah sosok yang tak pernah Lila duga akan menjadi bagian hidupnya. Setelah ibunya menikah lagi, ia hadir sebagai figur ayah baru. Meskipun sopan dan ramah, ada momen-momen di mana sikapnya terasa… terlalu akrab. Seperti pagi ini.
Ketika Lila menuangkan kopi ke cangkir, Pak Heru mendekat dan berdiri terlalu dekat di belakangnya. Kehangatannya terasa, membuatnya sedikit gelisah.
“Kamu makin rajin saja, ya. Suamimu beruntung punya istri sepertimu,” katanya dengan suara rendah.
Lila tersenyum tipis, mencoba mengabaikan ketidaknyamanan yang menjalar. “Terima kasih, Pak. Saya hanya melakukan kewajiban sebagai istri.”
Kelakuan Bejat Bapak Tiriku
“Tapi, kalau dia sering meninggalkanmu begini, apa dia benar-benar menghargai keberadaanmu?” tanyanya, suaranya seolah penuh perhatian, tapi nadanya menggoda.
Lila menoleh, menatapnya dengan alis berkerut. “Maksud Bapak apa?”
Pak Heru tertawa kecil. “Ah, jangan salah paham. Saya hanya khawatir saja. Kamu masih muda, cantik pula. Jangan sampai kesepian.”
Lila merasa pipinya memerah, tapi bukan karena pujian itu. Ada campuran rasa marah dan bingung. “Saya baik-baik saja, Pak. Lagipula, suami saya bekerja keras demi keluarga ini.”
Pak Heru tersenyum kecil, tapi matanya menyimpan sesuatu yang sulit diartikan. “Kalau begitu, bagus. Kalau butuh apa-apa, jangan ragu panggil saya, ya.”
Percakapan itu menggantung di udara saat Lila berpura-pura sibuk mencuci piring. Setelah beberapa menit, Pak Heru kembali ke ruang tamu, meninggalkan Lila dengan pikiran yang bercampur aduk.
Hari-hari berlalu, dan Lila mulai menyadari pola yang sama. Perhatian kecil Bapak Tiriku selalu diiringi komentar yang samar-samar membuatnya tidak nyaman. Ia tidak ingin menuduh, tetapi instingnya mengatakan bahwa perhatian ini lebih dari sekadar kepedulian seorang ayah tiri.
Lila akhirnya menceritakan kegelisahannya pada suaminya, berharap mendapatkan pandangan yang jernih. Suaminya, yang bijak dan penuh pengertian, mendengarkan dengan saksama. Bersama, mereka memutuskan untuk menjaga batas yang lebih tegas dengan Pak Heru, memastikan bahwa rumah tetap menjadi tempat yang nyaman dan aman.
Kadang, perhatian yang terlihat manis bisa menyimpan niat yang tidak terduga. Lila belajar untuk selalu percaya pada instingnya, menjaga diri tanpa kehilangan rasa hormat terhadap orang lain.