RGB1688 – Pagi itu, aku sedang mempersiapkan ruang belajar untuk kedatangan guru les privat adikku, Rani. Sudah beberapa bulan dia membantu adikku dengan pelajaran matematika, dan kehadirannya selalu membuat suasana rumah lebih ceria. Selain pintar dan sabar, Rani memiliki pesona yang sulit untuk diabaikan. Dengan tubuhnya yang proporsional dan pembawaannya yang anggun, dia seperti sosok sempurna yang menggabungkan kecerdasan dan keindahan.
Ketika bel berbunyi, aku segera membukakan pintu. Rani berdiri di sana dengan senyum ramah, mengenakan blouse putih dan rok selutut yang membuatnya terlihat profesional sekaligus menawan.
“Selamat pagi, Mas Adi,” sapanya dengan nada ceria.
“Pagi, Mbak Rani. Silakan masuk. Adikku sudah menunggu di ruang belajar,” jawabku sambil mempersilakannya masuk.
“Baca Juga: Pembantu Cantik yang Menggantikan Tugas Istriku Saat Sedang Dinas Keluar Kota”
Dia berjalan masuk, membawa tas yang penuh dengan buku. Aku tak bisa menahan diri untuk mengagumi caranya membawa diri. Ada sesuatu dalam setiap gerakannya yang memancarkan kepercayaan diri dan pesona alami.
Aku membiarkan mereka memulai pelajaran, tetapi seperti biasa, aku selalu mencari alasan untuk berada di dekat ruang belajar. Aku membawa secangkir teh dan mengetuk pintu perlahan.
“Mbak Rani, mau minum teh?” tawarku.
“Oh, terima kasih, Mas. Tapi nanti saja setelah selesai, ya,” katanya dengan senyuman kecil yang membuatku merasa hangat.
Pelajaran dari Guru Les Privat
Selama satu jam berikutnya, aku mendengar suaranya yang lembut menjelaskan soal-soal matematika. Adikku sesekali mengeluh, tapi Rani selalu sabar membimbingnya. Aku bisa melihat mengapa adikku begitu cepat berkembang di bawah bimbingannya—Rani tidak hanya pintar, tetapi juga penuh perhatian.
Setelah sesi belajar selesai, Rani bergabung denganku di ruang tamu untuk menikmati secangkir teh. Kami berbicara tentang pekerjaan, kehidupan sehari-hari, dan harapannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Mas Adi, saya penasaran, kenapa selalu memperhatikan saya seperti itu?” tanyanya tiba-tiba, dengan nada bercanda tetapi penuh arti.
Aku terkejut dan tersipu. “Ah, maaf, Mbak. Saya hanya kagum dengan cara Mbak mengajar. Adik saya banyak belajar dari Mbak.”
Dia tersenyum lagi, kali ini dengan sedikit tawa. “Mas terlalu memuji. Saya hanya melakukan pekerjaan saya. Lagipula, adik Mas itu anak yang pintar, kok.”
Percakapan itu membuatku merasa lebih dekat dengannya, tetapi aku juga tahu harus menjaga batas. Rani adalah guru yang luar biasa, dan aku tidak ingin rasa kagumku mengganggu profesionalismenya.
Ketika dia pamit pulang, aku mengantar sampai pintu dan melihatnya pergi. Sosoknya yang perlahan menghilang di kejauhan meninggalkan kesan yang dalam. Aku tahu, Rani adalah seseorang yang tidak hanya indah dari luar, tetapi juga dari dalam.