Berlatih Dansa Memakai Pakaian Seksi, Ternyata Ada Seseorang yang Mengintipku dari Depan Pintu Kamar

RGB1688 – Malam itu, aku memutuskan untuk berlatih dansa di kamar. Kompetisi dansa yang akan datang membuatku harus mempersiapkan diri lebih matang. Aku mengenakan pakaian latihan crop top berwarna pink dan celana pendek dengan kain yang melambai, memberikan keleluasaan untuk bergerak. Penampilan ini memang dirancang agar sesuai dengan koreografi yang akan kutampilkan.

Aku memasang musik dari speaker kecil di sudut kamar. Lagu Latin yang penuh irama mengisi ruangan, membuatku larut dalam setiap langkah dan gerakan. Aku mulai berputar, menggoyangkan pinggul, dan menekuk tubuh dengan luwes mengikuti nada. Berkali-kali aku bercermin untuk memperbaiki postur, memastikan setiap gerakan terlihat sempurna.

“Baca Juga: Guru Olahraga yang Berpakaian Pendek Membuat Saya Ingin Berkenalan”

Namun, di tengah Berlatih Dansa, ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul. Seperti ada yang memperhatikan. Aku mencoba mengabaikannya, berpikir itu hanya perasaan karena aku terlalu fokus pada latihan. Tetapi saat aku berputar sekali lagi, mataku menangkap bayangan samar di depan pintu kamar yang sedikit terbuka.

Seseorang Mengintipku Saat Sedang Berlatih Dansa

Deg! Jantungku berdegup kencang. Siapa yang mengintip? Pintu itu seharusnya tertutup rapat. Aku menghentikan musik, mencoba mengatur napas, lalu berjalan perlahan mendekati pintu. Saat aku membuka pintu dengan cepat, aku melihat seseorang yang tak asing—Raka, tetanggaku yang tinggal di kamar seberang.

“Raka?!” seruku dengan nada campuran antara terkejut dan kesal. “Apa yang kamu lakukan di sini?”

Dia tampak gugup, wajahnya memerah. “Maaf, aku… aku nggak sengaja lewat. Dengar musik dari kamar kamu, jadi penasaran.”

Aku menyipitkan mata, merasa itu alasan yang dibuat-buat. “Dan kenapa kamu nggak mengetuk pintu kalau memang ingin bilang sesuatu?”

Dia menggaruk belakang kepalanya, tampak semakin salah tingkah. “Aku benar-benar nggak bermaksud mengganggu, cuma… ehm, lihat kamu berlatih, dan… gerakannya bagus,” ujarnya dengan suara pelan.

Aku merasa pipiku memanas. Antara kesal karena privasiku terganggu dan malu karena dia melihatku dengan pakaian seperti ini. “Raka, kalau lain kali kamu ingin bilang sesuatu, langsung saja, jangan berdiri mengintip di depan pintu,” kataku dengan nada tegas.

Dia mengangguk cepat. “Iya, maaf. Aku janji nggak akan begitu lagi. Aku cuma… kagum sama dedikasi kamu, itu saja.”

Perkataannya sedikit melunakkan emosiku. Meski situasinya canggung, aku bisa melihat bahwa dia benar-benar menyesal. “Baiklah, aku terima maafmu. Tapi lain kali, hargai privasiku, ya.”

Setelah Raka pergi, aku menutup pintu dan bersandar pada dinding, mencoba menenangkan diri. Malam itu, aku belajar untuk lebih berhati-hati, terutama ketika berlatih di rumah. Namun, aku juga tidak bisa mengabaikan rasa canggung yang tersisa setelah kejadian itu. Raka memang menyebalkan, tapi ada sesuatu dalam caranya meminta maaf yang membuatku sedikit tersenyum.

Aku memasang musik lagi, kali ini memastikan pintu benar-benar terkunci. Latihan harus tetap berjalan, tanpa gangguan yang tidak diinginkan.

You cannot copy content of this page

Scroll to Top