RGB1688 – Hari itu, aku pulang terlambat dari kantor. Pekerjaan menumpuk menjelang akhir bulan, dan rasanya hari tidak pernah cukup panjang untuk menyelesaikan semua tugas. Ketika akhirnya sampai di depan pintu rumah, aku merasa lelah sekaligus lega. Namun, sesuatu yang tidak biasa menunggu di dalam rumah. Begitu aku membuka pintu, kulihat abang iparku, Rama, duduk di ruang tamu. Wajahnya terlihat santai, dengan cangkir teh di tangan, tetapi kehadirannya mengejutkanku. Rama jarang datang ke rumah tanpa memberitahu sebelumnya.
“Oh, Kak Rama? Kok ada di sini?” tanyaku, sambil melepas sepatu.
Rama menoleh dan tersenyum kecil. “Ibumu bilang kamu sering lembur belakangan ini. Aku kebetulan lewat, jadi mampir untuk memastikan kamu baik-baik saja.”
“Baca Juga: Rok Pendek Berwarna Merah yang Membuatku Bergairah Saat Berdiskusi di Siang Hari”
Aku tersenyum, meski masih bingung. “Oh, terima kasih. Aku baik-baik saja kok. Cuma kerjaan lagi banyak.”
“Kerja keras itu bagus, tapi jangan sampai lupa istirahat,” katanya sambil menatapku dengan pandangan yang penuh perhatian. Ada sesuatu dalam nada suaranya yang terasa berbeda, seolah dia benar-benar peduli lebih dari sekadar abang ipar.
Abang Iparku Menungguku di Ruang Tamu
Aku berjalan ke dapur untuk menuang segelas air, sementara Rama tetap duduk di ruang tamu. Kami berbicara ringan tentang pekerjaan, keluarga, dan beberapa hal lainnya. Perlahan, rasa canggung itu mulai hilang. Aku menyadari bahwa Rama adalah tipe orang yang selalu tahu cara membuat orang lain merasa nyaman.
“Apa kamu sudah makan?” tanyanya tiba-tiba.
Aku menggeleng. “Belum. Aku terlalu lelah untuk masak.”
Rama berdiri. “Kalau begitu, biar aku masakkan sesuatu. Aku lihat ada beberapa bahan di dapur.”
Aku terkejut sekaligus terharu. “Serius? Kamu nggak perlu repot-repot, Kak.”
“Bukan repot. Lagipula, aku cukup pandai masak, tahu,” jawabnya sambil tertawa kecil.
Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk. Melihat Rama di dapur, dengan tangannya yang cekatan memotong sayuran dan menyiapkan bahan, entah kenapa membuatku merasa tenang. Dia adalah sosok yang dewasa dan penuh perhatian, sesuatu yang jarang kutemui di keseharian.
Ketika makan malam selesai, kami duduk bersama di meja makan. Hidangan sederhana yang dia buat ternyata lebih dari cukup untuk mengisi perut dan hatiku yang lelah. “Terima kasih, Kak. Aku benar-benar butuh ini,” kataku tulus.
Dia tersenyum lagi. “Aku senang bisa membantu. Kalau kamu butuh sesuatu, jangan ragu untuk bilang.”
Malam itu, setelah Rama pulang, aku merenung. Kehadirannya yang tiba-tiba, perhatian kecil yang dia berikan, semuanya meninggalkan kesan mendalam. Meski hanya abang ipar, dia membuatku merasa diperhatikan di saat-saat aku merasa sendiri.
Hujan turun perlahan di luar jendela, membawa kehangatan yang tak terduga di malam yang seharusnya biasa saja. Aku tahu, momen ini akan selalu kuingat sebagai salah satu hal kecil yang membuat hidup terasa lebih bermakna.